Menjaga kepercayaan itu susah-susah gampang. Ibarat menggenggam seekor burung kecil, kalau kita pegangnya nggak hati-hati, si burung bisa terbang dari genggaman. Tapi, kalau kita terlalu erat meremas, takutnya si burung malah mati. Sama halnya dengan menjaga kepercayaan. Kalau kita ngeremehin, kepercayaan yang diberikan pada kita bisa terbang. Lenyap dari genggaman. Bahkan, kepercayaan itu bisa mati dan nggak kembali kalau kita nggak hati-hati menjaga. Lebih-lebih, kepercayaan tersebut berasal dari kedua ortu kita. Nggak mau sampai nggak dipercaya ortu, kan ? Rasanya nggak enak, lho!
Nggak percaya? Tanya saja 68,4 persen responDet yang pernah nggak dipercaya ortunya. Mayoritas jadi susah dikasih izin (45,6 persen). Terus, ada yang ortunya jadi sering tanya-tanya tentang mereka ke orang lain (19,6 persen). Lebih ekstrem lagi, ada ortu yang jadi overprotektif (17,7 persen). ResponDet mau ngapa-ngapain jadi nggak boleh. Akibatnya, responDet ngerasa dikekang sama ortu (48,0 persen). Hubungan dengan ortu juga jadi renggang (18,1 persen). Ada pula yang jadi sering dihukum ortunya (14,2 persen). Kasihan...
Meski begitu, ortu pasti punya alasan sehingga nggak percaya sama anaknya. Bisa saja ortu menganggap kita bohong (35,7 persen). Apalagi, kita memang pernah bohongin mereka (30,5 persen). Kadang, ortu juga menganggap kita masih belum dewasa buat diberi kepercayaan ekstra (29,6 persen).
Hartanto Mulyo Raharjo adalah salah seorang responDet yang pernah merasakannya. Dia nggak dipercaya kala minta duit plus izin buat pergi ke Bali bareng teman-temannya. Padahal, tujuannya murni acara kelulusan SMP sekaligus perpisahan kelas. Tapi, ortu Tete, sapaan akrab Hartanto, sama sekali nggak mau menyuntikkan dana. Mereka nggak percaya, takut uang itu dibuat main game online. Cowok penghuni SMAN 15 itu memang hobi nongkrong di warnet buat ngegame. Akhirnya, Tete batal ikut ke Bali . Keparnoan ortu Tete nggak cuma sampai di situ. Akibat kebiasaan Tete nongkrong di warnet, sang ortu susah ngasih izin buat pergi ke mana-mana. Dampaknya, Tete merasa tertekan karena disuruh diam terus di rumah. Parahnya, makin dihukum, dia malah makin sering main. "Habis, stres di rumah. Rasanya tertekan gitu. Pelampiasannya, aku malah makin sering main game," cuapnya. Nggak dipercaya ortu memang menyakitkan.
Jika bisa dianalogikan mungkin kebohongan sama berdosanya dengan berzinah, Kebohongan sama berdosanya dengan membunuh. Jangan salah, kebohongan itu merupakan pengkhianatan terhadap sebuah kepercayaan dan merupakan salah satu bentuk dari pembunuhan hati nurani. Kebohongan merupakan pembunuh utama kepercayaan dan integritas. Kebohongan pula yang menjadi biang keladi rusaknya kesatuan dalam suatu kelompok.
Kitab suci mengajarkan bahwa cinta akan uang adalah akar dari segala kejahatan. Mungkin analogi sebab-akibat tentang kebohongan bisa berbunyi seperti ini, “Cinta akan kebohongan adalah akar dari segala kehancuran”.
Jangan memupuk kebohongan hingga ia bertumbuh lalu berbunga.
Sebab kebohongan itu sama seperti tanaman parasit yang menghisap induknya hingga mati lalu ia sendiri akhirnya mati. Kebohongan menghisap orang-orang di sekitarnya, memporak-porandakan sebuah hubungan, dan yang parahnya lagi, ia menular dan merembes melukai banyak orang. Ada orang yang menganggap kebohongan adalah hal yang biasa. Mereka yang percaya akan hal itu adalah pembohong yang percaya pada kebohongan. Jangan main-main dengan kebohongan karena itu sama saja dengan bermain api. Kebohongan itu tidak ada harganya, tapi kepercayaan itu mahal harganya.
Kepercayaan adalah hal yang penting dalam kehidupan kita. Dengan menjaga kepercayaan yang telah diberikan orang lain membuat kita lebih diharai oleh orang lain, membuat kita bisa lebih dekat dengan orang-orang sekitar kita, dan membuat kita lebih bisa mengenal banyak karakter di sekitar kita. Tapi apakah yang akan terjadi bila kita menodai keprcayaan itu? Walaupun noda itu hanya satu titik?
Bayangkan perasaan orang yang udah kita nodai kepercayaannya…..
Sakit yang pasti. Karena saat kita menceritakan kisah kita tentunya bukan sembarangan orang yang kita pilih, dan bukan sembarangan cerita tentunya. Saat kita cerita, kita merasa kalau kita nyaman dan kita percaya banget kalo orang ini bisa kasih kita masukan yang bagus, memberi pandangan yang berbeda dengan apa yang ada di pikiran kita dan tentunya siap untuk menjaga kisah kita itu hanya untuk dirinya. Betapa kecewanya kita kalau kita tau bahwa orang tersebut sudah menceritakan pada orang lain tentang kisah kita,.
Dan apakah dampak yang akan muncul kemudian?
Penyembuhan rasa kekecewaan itu tidaklah mudah, butuh proses dan waktu, yang pasti akan banyak kisah yang mungkin tidak akan diceritakan lagi karena kepercayaan itu telah runtuh. Dan kedekatan akan menjauh bahkan bisa menimbulkan permusuhan. [Ca gr33n/ XI IA 3]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar