Sabtu, 20 Februari 2010

Budaya Anarkisme Sepak Bola Indonesia



Masih Ingatkah anda dengan peristiwa tanggal 4 September 2006 atau yang disebut peristiwa asu emper. Peristiwa asu emper itu merupakan peristiwa anarkisme oleh Bonek Mania -kelompok supporter Persebaya- saat timnya mengalami kekekalahan 0 - 2 melawan musuh bebuyutan mereka Arema Malang di Stadion Gelora 10 November, Surabaya. Saat itu Bonek membakar tribun di bawah scoring board, membakar papan rerklame disamping lapangan, merusak pagar pembatas, dan merusak fasilitas - fasilitas yang ada di dalam stadion. Tak cukup itu saja kebringasan Bonek berlanjut di luar stadion, 2 mobil polisi dibakar, 1 unit mobil siaran ANTV dirusak, bus pemain Arema pun juga jadi korban, pengguna jalan yang lewat di sekitar stadion pun tak luput dari tindak anarkisme Bonek. Setidaknya 4 mobil yang melintas di kawasan Jalan dekat stadion Gelora 10 November dirusak, bahkan salah satunya merupakan mobil milik petinggi TNI AL, polisi pun tak bisa berbuat apa - apa karena kebringsan Bonek kian menjadi - jadi. Akibat dari peristiwa itu puluhan orang ditangkap polisi untuk diintrogerasi. Tak hanya itu Komdis (Komisi Disiplin) PSSI pun segera bertindak dengan memberi sangsi yang cukup berat, 2 tahun Bonek tidak boleh mendukung Persebaya, Persebaya pun terkena imbasnya denda 600 juta, 2 tahun tak didukung oleh Bonek Mania, dan 6 kali laga usiran.
Peristiwa di atas bukan merupakan satu - satunya peristiwa kerusuhan sepak bola di negeri ini, Jika kita cermati lebih lanjut kerusuhan sudah terjadi sejak era Liga Galatama, bahkan ketika Liga Galatama berganti menjadi Liga Indonesia pada tahun 1991 kerusuhan - kerusuhan supoter kian menjamur. Ada beberapa penyebab yang menyebabkan tindak anarkisme di persepakbolaan Indonesia.
Keputusan pengadil pertandingan yang tidak tegas merupakan salah satunya, jika wasit membela tim tamu terkadang kubu tuan rumah selalu tidak terima sehingga terjadi pemukulan kepada wasit oleh pemain tuan rumah atau bahkan supoter. Sebagai contohnya ketika laga Liga Indonesia Divisi Utama musim 2004-2005 antara tuan rumah Persikota Tanggerang vs PSMS Medan di Stadion Benteng, Tanggerang. Akibat keputusan wasit yang memberikan hukuman penalti kepada Persikota dan mengganjar kartu merah salah seorang pemain belakang Persikota akibat pelanggaran kerasnya, Benteng Mania (supoter Persikota Tanggerang) berulah. Mereka melempari bangku cadangan tim tamu dengan dengan botol minuman, tak hanya bangku penonton suporter juga melempari para pemain yang ada ditengah lapangan dengan benda - benda keras macam batu, kayu, dsb. Laga ini pun diwarnai baku hantam antar peman dan pemukulan wasit oleh official tim tuan rumah.
Faktor berikutnya yaitu ketidakdewasaan supoter. Hal ini terjadi karena penonton tidak legowo menerima kekalahan tim pujaannya. Kasus Persebaya vs Arema di atas contohnya, ketidakdewasaan Bonek dalam menerima kekalahan atas musuh bebuyutannya membuat mereka bertindak anarkis. Seharusnya masing - masing klub mendata supoternya dengan identitas nama, alamat rumah yang jelas disertai perjanjian siap menerima kekalahan baik di kandang sendiri maupun di kandang lawan, dalam perjanjian itu juga dijelaskan sangsi - sangsi yang diberikan jika berulahm entah larangan masuk stadion, denda administrasi kepada si pelaku hingga menyeret ke hukum. Tindakan ini sebagai upaya preventif mengurangi tindak anarkisme, secara langsung ini juga mempengaruhi kepemimpinan wasit yang ada di tengah lapangan, semakin wasit tidak diintervensi oleh supoter tuan rumah, wasit akan semakin baik dalam mengambil keputusan. Tim tamu pun tak perlu takut bermain di bawah dukungan ribuan supoter tim tuan rumah.
Faktor pemain itu sendiri juga dapat memicu anarkisme penonton. Jika pemain bermain keras dan kasar, secara otomatis akan memancing emosi para supoter. Tak hanya itu, tingkah laku sang pemain di lapangan juga kerap berpengaruh, contoh tingkah laku ketika merayakan gol, berjalan keluar lapangan untuk diganti dengan pemain lain ataupun terkena kartu merah, diving atau berpura - pura jatuh mengharapkan pelanggaran, biasanya di dalam kotak penalti, memperlambat permainan dengan tergeletak di tengah lapangan pura - pura cedera dan memperlama dalam melakukan lemparan ke dalam, tendangan gawang (terutama penjaga gawang) dan tendangan sudut. Semua ini biasanya dilakukan oleh tim yang telah unggul dan ingin mengamankan skor, sebuah hal yang tidak dilarang, tapi bisa berdampak buruk.
Primordialisme juga termasuk faktor yang dominan. Primordialisme juga termasuk faktor yang dominan. Primordialisme adalah sebuah pandangan atau paham yang memegang teguh - teguh hal - hal yang dibawa sejak kecil, baik mengenai tradisi, adat - istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan asal atau bisa dikatakan primordialisme adalah kebanggaan yang berlebih kepada daerah asalnya. Sebuah hal yang tidak asing lagi jika pertikaian supoter berawal dari kebanggaan pada daerah asalnya sehingga membenci daerah lain. Tercatat di sepak bola Indonesia ada beberapa kubu supoter yang berteman untuk memusuhi kubu supoter lainnya. The Jack Mania (Pendukung Persija Jakarta), Aremania (Pendukung Arema Malang), The Mac Manz (Pendukung PSM Makasar), La Mania (pendukung Persela Lamongan) dan Pasoepati (Pendukung Persis Solo). Sedangkan kubu pesaing lainnya yaitu Bonek Mania (pendukung Persebaya Surabaya), Viking (pendukung Persib Bandung), Slemania (pendukung PSS Sleman), Pusamania (pendukung Persisam Samarinda), Boromania (pendukung Persibo Bojonegoro), Ultras Mania (pendukung Gresik United) dan Sakera Mania (pendukung Persekabpas Kabupaten Pasuruan). Dipastikan jika kedua kubu mendukung timnya yang saling bertemu akan terjadi bentrok suporter, contoh laga Persebaya vs Arema di atas, Persibo vs Persela Lamongan yang dipastikan berlangsung panas, Arema vs Persekabpas Kabupaten Pasuruan pun demikian, meski wilayah mereka bertetangga layaknya Bojonegoro dan Lamongan. Dari semua itu yang panas tentu laga Persija vs Persib Bandung, sejak zaman kerajaan Bandung dan Jakarta sudah mengalami perselisihan, Persebaya vs Persela dan Persebaya vs Persija setali tiga uang. Maka dari itu biasanya jika laga - laga itu berlangsung tim tamu dilarang membawa supoternya. Ada juga primordialisme karena usia klubnya lebih lama dari tim satu kotanya, Persita dan Persikota Tanggerang contohnya, sama - sama dari kota Tanggerang tapi kedua tim tak pernah akur. Ini terjadi karena tim Persikota yang lebih tua dibandingkan Persita merasa lebih punya gengsi dibandingkan Persita yang dibawah naungan Pemkab Tanggerang, namun justru secara prestasi Persita lebih unggul dibandingkan saudara tuanya Persikota. Jadi jangan heran bila laga - laga Derby Tanggerang selalu berlangsung membara, Derby Jatim menempati urutan pertama penyebab kerusuhan di persepakbolaan nasional. Dari luar jawa perseturuan antara Persipura Mania (pendukung Persipura) dan The Mac Manz (pendukung PSM Makasar) juga tak kalah panas.
Ada satu peristiwa yang mungkin diingat pecinta sepak bola Indonesia yaitu kasus anarkisme “akbar” yang melibatkan 8 kelompok suporter dari tim yang berbeda - beda dalam 8 besar Divisi Utama musim 2006 - 2007 di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Delapan kelompok supoter yaitu The Jack Mania, The Mac Manz, Bonek Mania, Persipura Mania, Viking, Aremania, Kampak dan Smeck (pendukung PSMS Medan), serta Persikmania (pendukung Persik Kediri). Dalam peristiwa itu 2 supoter Persipuran dan The Jack Mania tewas sedangkan 1 aparat keamanan juga tewas. Tak hanya itu stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta yang akan dijadikan tempat penyelenggaraan Piala Asia yang saat itu Indonesia menjadi salah satu tuan rumahnya. Beberapa waktu lalu pun Persib dan Persebaya dihukum 2 laga kandang tanpa penonton karena menyanyikan lagu rasis “Anti Jack Mania, Anti La Mania dan Anti Aremania” . Bonek pun ditambah hukumannya oleh Komdis karena berbuat onar ketika perjalanan menuju Bandung. Jadi jangan heran jika mendukung Timnas Indonesia tapi masih ada spanduk bertuliskan “Persija Sampai Mati”, “Pasoepati Solo”, “Bajul Ijo Nyawaku” dan lain sebagainya.
Rasanya saat ini sulit untuk melihat persepakbolaan Indonesia bebas dari anarkisme bila wasit, pemain, penonton, dan PSSI tak sama - sama berbenah, 4 objek tersebut termasuk yang menentukan hitam putihnya sepak bola negeri kita. PSSI pun selaku pembuat regulasi peraturan dan hukum pun harus jelas dan tegas setiap ada pelanggaran, jangan sampai kerusuhan suporter, baku hantam antar pemain hingga pengeroyokan terhadap wasit oleh pemain tak terjadi lagi. Pemerintah pun hendaknya menjadi mediator penyelesai konflik antar suporter yang telah mengakar seperti Surabaya dengan Solo, Bojonegoro dengan Lamongan, Surabaya dengan Lamongan, maupun Surabaya dengan Lamongan, jadi tak ada pengeroyokan setiap ada orang yang mengenakan kaos Bonek di Lamongan dan Malang atau mengenakan Aremania di Surabaya. Oleh karena itu kita berharap dengan tercipta aman di dalam stadion akan mempengaruhi orang - orang untuk berbondong - bonding datang ke stadion dengan mengajak keluarganya sekaligus untuk rekreasi keluarga. Maju terus persepakbolaan Indonesia, terbanglah garudaku...
Avi Rista Midaada (XII IPS 1)

1 komentar:

  1. apa yang anda tahu tentang anarkisme?

    "Anarkisme bukan Bom, ketidakteraturan atau kekacauan. Bukan perampokan dan pembunuhan. Bukan pula sebuah perang di antara yang sedikit melawan semua. Bukan berarti kembali kekehidupan barbarisme atau kondisi yang liar dari manusia. Anarkisme adalah kebalikan dari itu semua. Anarkisme berarti bahwa anda harus bebas. Bahwa tidak ada seorangpun boleh memperbudak anda, menjadi majikan anda, merampok anda, ataupun memaksa anda. Itu berarti bahwa anda harus bebas untuk melakukan apa yang anda mau, memiliki kesempatan untuk memilih jenis kehidupan yang anda mau serta hidup di dalamnya tanpa ada yang mengganggu, memiliki persamaan hak, serta hidup dalam perdamaian dan harmoni seperti saudara. Berarti tidak boleh ada perang, kekerasan, monopoli, kemiskinan, penindasan, serta menikmati kesempatan hidup bersama-sama dalam kesetaraan." (Alexander Berkman, What is Communist Anarchist 1870 - 1936)

    klik disini agar anda mengerti apa itu anarkisme.

    jangan menggunakan kata anarki bukan pada tempatnya.

    BalasHapus