Selasa, 27 Oktober 2009

Mengembangkan Kampung Hijau Sebagai Proteksi Alam dari Dampak Industri Migas dan Objek Wisata Baru di Bojonegoro


Bumi merupakan ciptaan Allah yang begitu sempurna berbagai jenis kehidupan. Tak hanya itu Allah juga menyediakan berbagai sumber alam sebagai pemuas kebutuhan makhluk hidup seperti Firman Allah yang artinya : ”Dan kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan – keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk – makhluk yang kamu sekali – kali bukan pemberi rezeki kepadanya.”(QS Al Hijr 20). Berdasarkan ayat tersebut jelas Allah telah memberi makhluk hidup antaranya manusia pemuas kebutuhan sehari – hari. Salah satu dari alat pemuas kebutuhan manusia dari alam yakni Sumber Daya Alam (SDA) antara lain minyak bumi dan gas. Minyak bumi terbentuk dari proses pelapukan fosil tumbuhan dan hewan purba yang tertimbun dan mengendap berjuta – juta tahun yang lalu. Sisa tumbuhan ini dan hewan ini tertimbun endapan lumpur, pasir, dan zat lain, serta mendapat tekanan dari panas bumi secara alami. Bersamaan proses tersebut bakteri pengurai merombak senyawa – senyawa kompleks menjadi senyawa minyak bumi yang terkumpul dalam pori pori batu kapur / batu pasir.
Sedangkan gas sering juga disebut sebagai gas bumi atau gas rawa, adalah bahan bakar fosil berbentuk gas yang terutama terdiri dari metana. Ia dapat ditemukan di ladang minyak, ladang gas bumi dan juga tambang batu bara. Komponen utama dalam gas alam adalah metana, yang merupakan molekul hidrokarbon rantai terpendek dan teringan. Gas alam juga mengandung molekul-molekul hidrokarbon yang lebih berat seperti etana, propana dan butana, selain juga gas-gas yang mengandung sulfur (belerang). Gas alam juga merupakan sumber utama untuk sumber gas helium.
Minyak bumi dikelola oleh manusia sebagai industri untuk memuaskan kebutuhan hidup. Industri sendiri adalah kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang mengolah bahan – bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Industri pengeboran dan pengolahan minyak bumi dan gas terdapat dibeberapa daerah di Indonesia antara lain Balikpapan, Kalimantan Timur, Arun, Aceh dan baru – baru ini ditemukan sumber migas baru lagi di Bojonegoro, Jawa Timur yang diperkirakan menghasilkan migas terbesar di Asia Tenggara.
Bojonegoro merupakan sebuah kabupaten dengan pusat pemerintahan di Kota Bojonegoro. Kabupaten Bojonegoro terletak pada ±110 km dari Ibukota Provinsi Jawa Timur, Surabaya, 111º 25’BT hingga 112º 09’BT dan 65º 9’LS hingga 73º 9’LS pada garis astronomi. Kabupaten Bojonegoro memiliki luas mencapai 2.384 km², dengan terbagi menjadi 30 kecamatan. Wilayah utara berbatasan dengan Kabupaten Tuban, wilayah barat berbatasan dengan Kabupaten Blora, wilayah timur berbatasan dengan Kabupaten Lamongan dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Ngawi dan Nganjuk. (http://www.bojonegorokab.go.id/)
Produksi industri migas di Bojonegoro sudah mulai berlangsung dan diperkirakan ke depannya Bojonegoro menjadi kota yang kaya akan migasnya layaknya daerah Balikpapan, Kalimantan Timur. Namun, dibalik itu semua dalam sebuah industri pertambangan perlu adanya keseimbangan antara eksplorasi dengan proteksi terhadap alam. Untuk itulah sebagai korelasi penambangan migas di Bojonegoro maka ada suatu gagasan tentang pelestarian alam yang dapat pula dimanfaatkan sebagai tempat wisata. Memang hal ini tak mudah tanpa adanya campur tangan dari berbagai pihak seperti operator pengeboran migas macam Mobile Cepu Ltd untuk Blok Cepu dan Petro China untuk Sukowati sendiri selaku penyelenggara. Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dan dinas - dinas terkait sebagai fasilitator dan warga Bojonegoro sebagai peran utama dalam pelaksanaan program tersebut. Seperti yang sudah ada di lapangan bahwa di Bojonegoro terdapat 32,65% sawah, 24,39% tanah kering, 42,74% hutan negara, 0,14% perkebunan, dan 0,18% lain – lainnya. (http://www.bojonegorokab.go.id) Nah, untuk itulah perlu adanya suatu program pelestarian lingkungan dari lingkup yang belum luas, misalnya saja kampung ijo atau kampung hijau.
Selain itu, seperti kita ketahui Bojonegoro merupakan daerah langganan banjir tiap tahun dan kekeringan jika memasuki musim kemarau, seperti daerah sepanjang aliran Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo dan daerah selatan Bojonegoro seperti Desa Kunci dan Desa Sumberarum yang rawan akan potensi banjir bandang dari Waduk Pacal, karena hutan di daerah sekitar Waduk Pacal seperti di daerah Temayang dan Gondang sudah gundul. Inilah yang mengakibatkan air mengalir langsung tanpa adanya lahan serap yang diidentikkan dengan hutan, serta habisnya sumber mata air saat musim kemarau.
Tak hanya itu kita tahu bahwa minyak bumi dan gas ini berasal dari alam, yang untuk memperoleh harus melalui eksploitasi yang biasanya juga diikuti oleh pembukaan lahan hutan. Hal inilah yang membuat suhu udara di daerah Bojonegoro kian panas pada akhir – akhir ini akibat sudah mulai beraktifitasnya penambangan minyak di Bojonegoro. Ini bisa dirasakan bagi warga sekitar sumber minyak di Sumur Sukowati yang dikelola Petro China. Tak hanya itu berdasarkan berita koran Jawa Pos memang dibuktikan adanya kenaikan suhu sekitar 32,9º hingga mencapai 35° pada akhir – akhir ini setelah pengeboran migas di Bojonegoro beroperasi. Ini belum diperparah dengan kemungkinan datangnya badai el nino pada awal tahun 2010 yang membuat musim kemarau panjang. (http://www.jogjanews.com/)
Hal inilah yang menjadikan sebuah konsep pengembangan kampung hijau. Konsep kampung hijau sendiri ini yakni kita membuat suatu kampung percontohan yang memang potensi terkena dampak baik banjir maupun kekeringan air jika musim kemarau. Kita bisa mengacu pada daerah Balikpapan atau di Timika, Papua. Disana ada sebuah kampung untuk karyawan perusahaan tambang tersebut yang memang menganut pada alam yang dijadikan proteksi sebagai dampak pencemaran lingkungan akibat penambangan. Daerah yang kita jadikan sampel di Desa Kunci, Dander. Daerah Desa Kunci merupakan salah satu desa di Kabupaten Bojonegoro yang sering terkena banjir bandang jika musim hujan dan mengalami kekeringan jika musim kemarau panjang. Di dalam kampung itu terdapat bukan hanya rumah para karyawan perusahaan tersebut, melainkan juga warga lainnya. Jika konsep ini dapat diaplikasikan di Bojonegoro bukan tidak mungkin Bojonegoro akan semakin sejahtera dan maju dengan adanya kampung hijau yang dipadukan dengan kekayaan budaya dan kesenian asli daerah Bojonegoro. Jadi diharapkan pekerja dari luar daerah dan luar negeri dari perusahaan migas di Bojonegoro bisa mengenal dan mempromosikannya ke daerahnya masing - masing kelak ketika kembali.
Pada kampung hijau itu warganya juga diberikan semacam ketrampilan membuat kerajinan dan pendidikan mengenai lingkungan. Di kampung itu nantinya juga dibangun sekolah mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan menengah atas. Selain sebagai kampung percontohan lingkungan juga sebagai kampung percontohan mengenai kualitas pendidikan masyarakat pedesaan. Memang, jika dikira – kira jumlah anggaran untuk hal itu tidaklah sedikit. Namun, bukan hanya warga yang untung tapi juga Mobile Cepu Ltd sebagai penyelenggara program ini. Hal ini dikarenakan Sumber Daya Manusia sudah mulai meningkat. Diharapkan pula dengan ini MCL akan mudah mencari tenaga – tenaga pekerja dari kampung tersebut yang ujung - ujungnya dapat mendongkrak sektor perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
Kampung hijau termasuk program penggabungan antara bidang lingkungan, wisata dan kesejahteraan rakyat. Ditinjau dari segi lingkungan kampung hijau ini jelas mengacu seperti namanya hijau. Hijau dalam arti disini bahwa di kampung itu ditanam berbagai pepohonan yang rindang, tak hanya pepohonan yang berfungsi sebagai serapan aliran air, akan tetapi juga bisa pepohonan atau tanaman yang bisa bermanfaat bagi kehidupan manusia yaitu tanaman bagi kesehatan seperti jahe dan tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan dasar makanan. Bisa juga dengan penanaman pohon dan tanaman langka, sehingga membuat orang tertarik berkunjung. Mengambil sampel di daerah Kunci ke selatan yang hutannya sudah banyak yang gundul, diharapkan proyek kampung ijo itu dapat mengantisipasi banjir bandang dan menyimpan sumber air di dalam tanah dengan tujuan saat musim kemarau tidak bingung mencari air bersih.
Tak hanya sebagai objek pelestarian lingkungan saja, namun bisa juga objek kampung hijau ini dijadikan objek wisata alam yang menarik. Tak hanya membudidayakan penanaman hutan yang gundul dan membuat kampung tersebut hijau saja, akan tetapi bisa dengan menambahkan ketrampilan membuat bahan – bahan kerajinan yang bahannya dapat diperoleh dari pepohonan sekitar. Kerajinan anyaman dan rotan misalnya. Selain itu, kita bisa membuka sentra mebel baru di daerah tersebut. Limbah dari kerajinan pepohonan ini nantinya kembali bisa dimanfaatkan untuk alam melalui pengolahan sampah organik yang dapat dijadikan sebagai pupuk kompos bagi tanaman. Bukan hanya itu, limbah tersebut juga bisa mempunyai nilai jual setelah dibentuk kerajinan melalui kreativitas tersendiri. Jadi konsepnya mengacu pada kampung alam seperti yang dijadikan objek wisata yang terdapat di Bali dan Balikpapan.
Hasilnya tak hanya sektor lingkungan yang terkendali melalui penanaman pepohonan dan tanaman lain pada kampung yang berorientasikan back to nature saja. Tetapi, juga akan menambah tempat wisata baru di Bojonegoro yang selama ini wisata alam di Bojonegoro hanya identik dengan Kayangan Api dan Waduk Pacal. Selain itu, tingkat kesejahteraan masyarakat juga akan semakin meningkat dengan adanya kampung wisata tersebut. Dari segi perhotelan dengan dapat meningkatkan jumlah hunian hotel di Bojonegoro karena adanya suatu objek wisata kampung ijo yang unik. Ini juga akan membuka lapangan pekerjaan baru baik sebagai jasa pemandu wisata, karyawan pengrajinnya maupun yang lainnya.
Akhirnya tidak hanya bermanfaat bagi kualitas lingkungan yang ada, tapi juga pendidikan yang akan meningkat dan kualitas SDM masyarakat sekitar, pariwisata, dan kesejahteraan masyarakat. Korelasinya pun diharapkan baik MCL dan Petro China dapat merekrut tenaga kerja dari putra daerah yang ujung - ujungnya dapat meningkatkan kualitas kerja perusahaan. Semoga jika semua ini terjadi maka Kabupaten Bojonegoro yang 20 Oktober lalu genap berusia 332 tahun semakin ”matoh” dan dapat bersaing dalam era industrialisasi dan globalisasi dengan peran serta putra daerah.
*Karya Tulis Avi Rista Midaada Juara 3 Lomba Karya Tulis Migas MCL SMA Sederajat 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar