Scarcity Mentality : Faktor Penghambat Kinerja Law of Attraction
On Tue Jul 31, 2007 3:39 pm, Ronny FR wote :
Benarkah kebiasaan kita sehari-hari bisa menghambat kinerja Law Of Attraction (LoA) untuk memanifestasikan impian/goal kita? Untuk memahami ini dengan mudah, saya akan menunjukkan dengan suatu peristiwa sehari-hari yang biasa kita lihat.
Semenjak pertama tinggal di Jakarta, saya mengamati ada suatu fenomena yang amat mengganjal dalam hal perilaku sosial warga Jakarta. Fenomena ini dengan mudah kita temukan setiap hari di seluruh ruas jalan yang lalu lintasnya cukup sibuk dan lebih dari 1 jalur. Fenomena ini dilakukan oleh orang dengan berbagai latar belakang sosial dan ekonomi. Dari pengemudi angkot, taksi, mobil niaga, mobil sedan, SUV, bahkan sampai mobil mewah seperti Mercy dan BMW-pun terlihat melakukan hal ini.
Jika kita sedang menyetir di jalanan, sesuai dengan tujuan maka kita seringkali harus berpindah jalur, misal dari jalur tengah ke pinggir, atau pindah dari jalur cepat ke jalur lambat. Sebagai warga yang baik dan (percaya) tata tertib berlalu lintas, maka tentunya kita s-e-c-a-r-a- -s-o-p-a-n menyalakan lampu se-in untuk memberi tanda pada mobil di lajur sebelah agar bersedia memberikan ruang kepada kita untuk masuk.
Menarik sekali, begitu melihat lampu se-in kita menyala, sontak dengan seketika mobil-mobil di samping akan mempercepat lajunya dan menutup ruas jalan sehingga kita terhalang masuk. Demikian seterusnya dengan cepat mereka akan memajukan mobilnya sehingga tidak ada celah yang bisa dimasuki untuk berpindah jalur. Aneh sekali bagi saya melihat pertunjukkan semacam ini seolah seperti melihat orang yang takut tidak kebagian sesuatu (scarcity mentality).
Lampu se-in sengaja diciptakan oleh pabrik untuk ditaruh di depan dan belakang mobil bahkan didisain untuk terlihat dari samping. Dengan demikian, sebuah mobil yang akan membelok / berpindah jalur bisa memberikan tanda / sign (se-in) pada kendaraan disekitarnya agar diberikan kesempatan. Lucunya, di Jakarta yang terjadi adalah sebaliknya, lampu se-in seolah merupakan pertanda bahwa mobil di samping harus segera mempercepat lajunya supaya tidak di-serobot. Jadi lampu se-in seolah telah menjadi anchor negatif bagi pengemudi jalan di Jakarta.
Jika kita bandingan dengan kondisi luar negeri, kita bisa amati dengan seksama bahwa umumnya mereka memiliki mentalitas yang berbeda dengan di Jakarta. Jika terlihat ada lampu se-in menyala, maka mobil di samping akan sukarela memperlambat laju kendaraannya dan memberi ruang untuk mobil itu agar bisa masuk. Luar biasa, betulkah Jakarta sebagai bagian dari suku bangsa timur masih memiliki adat budaya sopan?
Scarcity Mentality
Cukup lama saya meneliti apa yang mendasari perilaku berlalu lintas seperti itu? Itulah yang namanya scarcity mentality, yakni mentalitas berkekurangan alias feeling of lack.
Scarcity mentality / felling of lack adalah suatu situasi dimana seseorang merasa berkekurangan, merasa takut untuk tidak mendapatkan (tidak kebagian), merasa takut berbagi (sehingga menjadi pelit), merasa sulit untuk percaya bahwa ada cukup banyak sumberdaya di muka bumi (alam semesta ini berkekurangan, semua adalah langka).
Dalam kasus di Jakarta, para supir umumnya merasa tidak rela untuk memberikan ruang gerak bagi orang lain yang memberikan se-in padanya. Rasa tidak rela ini berakar dari rasa tidak senang jika orang lain mendapatkan kemudahan, lha wong saya sendiri sudah antri panjang kok ada orang mau masuk begitu saja. Rasa tidak rela ini juga berakar dari rasa merasa berkekurangan waktu, seolah memberikan jalan bagi satu atau beberapa orang akan menghilangkan kesempatan baginya.
LoA dan Scarcity Mentality
Lantas apa hubungan antara scarcity mentality / felling of lack dengan LoA? Apa pengaruhnya dalam hal suksesnya proses manifestasi keinginan kita?
Kita tinjau dulu sebentar mengenai LoA. LoA adalah sebuah Law (hukum), jadi diyakini adalah suatu hal yang tidak terbantahkan lagi dan akan bekerja terus menerus disadari ataupun tidak. LoA memiliki prinsip kerja sebagai berikut :
LIKE ATTRACT LIKE
Maksudnya adalah untuk menarik suatu hal yang diinginkan, maka kita harus berada dalam kondisi (pikiran emosi) sepertinya hal yang diinginkan itu sudah dimiliki.
Contohnya adalah demikian, jika Anda menginginkan punya mobil, rumah, istri yang baik, suami yang baik, dll, sebenarnya kondisi (pikiran emosi) apa yang Anda kejar? Tentu saja jawabannya adalah supaya kita happy, bahagia, senang, dan lain-lain. Betul demikian?
Nah, jadi sesuai hukum Like Attract Like, maka pada saat kita berdoa, memohon, visualisasi dan seterusnya, maka kita harus berada dalam kondisi yang juga happy, bahagia, senang, dll itu. Karena untuk menarik happy kita juga harus happy. Inilah penyebab kenapa doa banyak yang tidak terkabul. Karena jika saat kita berdoa ternyata kita emosinya sedih, tidak percaya dan sebagainya, maka hukum LoA akan berjalan dan kita akan menarik segala sesuatu yang akan membuat kita makin sedih dan makin tidak percaya. Jadi berdoa, berafirmasi, bervisualisasi saja tidak cukup. Harus diperhatikan kondisi (pikiran dan emosi) saat kita berdoa, berafirmasi atau bervisualisasi. LoA merespon pada Vibrasi kita, bukan doa, afirmasi ataupun visualisasi kita. Loa akan merespon dengan cara mendatangkan lebih banyak kepada kita atas ‘apa yang kita rasakan’.
Mari kita pertajam hubungannya LoA dengan mental of lack. Pada saat kita mendapatkan impian, harapan kita, misal mendapatkan mobil, mendapatkan rumah, mendapatkan bonus, hadiah, cek uang dan sebagainya. Apakah Anda merasa berkelimpahan (abundance), atau anda merasa berkekurangan (feeling of lack)? Jelas jawabannya adalah feeling of abundance, merasa berkelimpahan…
Nah, pertanyaannya kemudian adalah, jika kita ingin menarik segala sesuatu yang akan membuat kita merasa berkelimpahan, maka kondisi pikiran emosi apa yang paling baik yang ada pada kita saat berdoa, berafirmasi, bervisualisasi? Jawabannya jelas. Like attract like. Jika ingin berkelimpahan maka kondisi pikiran dan emosi kita harus merasa berkelimpahan dulu, terutama saat berdoa. Maka dikatakan dalam firmanNya yang kurang lebih demikian “Jika engkau mensyukuri nikmatKu, maka Aku akan memberikan dan menambahkannya berlipat ganda. Dan jika engkau mengingkarinya maka siksaKu sesungguhnya amat pedih”. Dalam pendapat saya siksa pedih ini bukanlah di akherat sana nanti, namun di muka bumi ini. Jika rasa sukur dan abundance (berkelimpahan) tidak pernah kita tunjukkan/rasakan, maka Tuhan akan memberikan siksa pedih untuk pencapaian kita yang selanjutnya. Sampai disini semoga cukup jelas.
Berikutnya adalah, bagaimana caranya supaya kita senantiasa terkabul doa, afirmasi, visualisasi kita? Ya tentunya dengan cara senantiasa membuat pikiran dan emosi kita SELALU (selama 24 jam/hari) berada di dalam kondisi : penuh rasa syukur, penuh rasa berkelimpahan, dan penuh rasa bahagia. Ketiga kondisi (pikiran – emosi) ini yang paling kuat bagi terciptanya manifestasi atas keinginan kita.
Nah, dengan demikian jelas rasanya, kebiasaan tidak memberikan kesempatan bagi mobil orang lain untuk masuk ke antrian di depan kita adalah kebiasaan yang tidak perlu dipelihara. Karena kebiasaan ini hanya akan mengembangkan dan memupuk feeling of lack / scarcity mentality. Maka mulai hari ini, lampu se-Ã n dari mobil lain artinya Anda akan mendapatkan kesempatan untuk memiliki emosi berkelimpahan dengan cara memberikan kesempatan masuk kepadanya. Jangan sia-siakan segala kesempatan atau kondisi yang akan membawa Anda senantiasa merasa abundance.
Nah, mau doa kita selalu makbul? Pastikan kondisi (pikiran-emosi) kita selalu dalam keadaan berkelimpahan, bahagia dan rasa syukur.
Alhamdulillah, penuh rasa syukur dan bahagia akhirnya saya dapat menyelesaikan artikel ini. Dan saya merasa berkelimpahan karena sudah membagikan pengetahuan ini dengan suka rela kepada orang lain. Semoga bermanfaat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar