Rabu, 14 April 2010

Drama Sinetron Century dan Gayus


Bak drama sebuah sinetron yang panjang berepisode- episode. Satu kalimat tersebut pantas kita capkan pada rentetan kasus diaktori oleh mantan Kabareskrim Kompol Susno Duadji. Bagaimana tidak tentu masyarakat Indonesia masih hijau ingatannya mengenai kasus kriminalisasi KPK yang menyeret dua petinggi KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah. Kasus yang gempar seiring testimoni Antasari Azhar bahwa ada pimpinan KPK yang juga menerima uang dari Anggodo Widjojo adik dari Anggoro Widjojo tersangkan kasus korupsi yang divonis bebas karena ditengarai kongkalikong dengan Polri. Susno yang diduga terlibat, balik melaporkan KPK dengan tuduhan pencemaran nama baik dan penyalahgunaan wewenang dalam memeriksa Anggodo. Terbukti kasus itu menguap begitu saja, berkat investigasi tim independen bentukan Presiden SBY Bibit dan Chandra bebas. Belum reda isu tersebut rakyat lagi - lagi digegerkan dengan kasus dana aliran ke Bank Century senilai 6,7 Triliyun yang entah ke mana dana itu saat ini. Lagi - lagi Susno Duadji turut berperan dan mengetahui prosesnya karena kapasitasnya sebagai Direktur Kabareskrim Polri.
Headline pun penuh dengan dana fiktif tersebut, rakyat pun terkejut dan “berteriak”. Tentu teriakan paling latang oleh para nasabah Bank Century yang kini berganti nama menjadi Bank Mutiara. Dikomandoi oleh Sri Gayatri mereka berteriak meminta keadilan yang seakan “sulit” didapatnya. Hem, menarik bukan? tak kalah menariknya dengan sinetron ”Cinta Fitri” yang banyak ditonton oleh masyarakat. Kasus Century tersebut menyeret beberapa nama yang tak tanggung - tanggung, dari Susno Duadji sendiri, Sri Mulyani Indrasari Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II hingga orang nomor dua di negeri ini M. Boediono, yang sebelum menjabat Direktur Bank Indonesia. Dua orang yang terakhir dinilai adalah orang yang paling bertanggung jawab memberikan suntikan dana fantastis tersebut ke Century yang akhirnya tak tahu entah ke mana dana itu sekarang. Dari pihak intern Century Robert Tantular selaku pemilik sebagian saham juga diperiksa, tapi dalam pemeriksaan itu cenderung berputar - putar tak jelas. DPR RI pun gerah melalui interupsi akhirnya DPR RI membentuk Pansus Century yang dipimpin oleh politisi dari fraksi Golkar Idrus Marham. Bekerjasama dengan BPK (BadanPemeriksa Keuangan), PPATK (Pusat Pemeriksaan Transaksi Keuangan) dan KPK bergerak cepat. Namun, dari beberapa keputusan memanggil beberapa saksi seperti Boediono, Sri Mulyani, Susno Duadji dan beberapa pejabat BI, tak diperoleh hasil yang diharapkan rakyat. Justru sebaliknya yang ada pansus sendiri malah ribut sendiri mulai dari Ruhut vs Maruar Sirait hingga puncaknya pada sidang paripurna pada 3 maret lalu yang diwarnai pelemparan botol minuman oleh anggota dewan.
Kasus ini pun semakin bias dan tak jelas arahnya ketika Susno Duadji yang dimutasi dari Dirut Kabreskrim digantikan Kompol Ito Sumardi “merdu bernyanyi” bahwa ada mafia kasus (markus) yang melibatkan jenderal Polri dan Direktorat Pajak. Rakyat pun kian terperengah dan melolong bin miris melihat ulah para atasan “berulah”. Dalam jumpa pers di Palembang Susno Duadji membeberkan orang - orang yang terlibat di kasus markus pajak ini. Gayus Tambunan karyawan Direktorat Pajak sebagai lakonnya, jenderal Polri pun tak luput. Susno “bernyanyi” bahwa korpsnya tersebut terlibat markus pajak yang merugikan negara sebesar 25 miliar, angka yang memang masih kalah fantastis dengan 6,7 triliyun Century. Edmon Ilyas dan Raja Erizman disebut Susno terlibat kasus itu. Kapolri Bambang Hendarso kelabakan jenggot akibat “pernyataan” anak buahnya itu. Polri pun bertindak memanggil Susno meminta klarifikasi dan meminta menunjukkan bukti tersebut. Alih - alih mengungkap kasus Susno malah ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik yang diadukan balik oleh Edmon Ilyas yang kala itu menjabat sebagai Kapolda Lampung dan Raja Erizman. Satgas anti mafia yang dikomandoi oleh Kuntjoro Mangkubroto bertindak dan memanggil Susno, melalui salah satu anggotanya Denny Indrayana yang juga merupakan staf khusus Presiden bidang hukum mengatakan benar adanya jika ada indikasi penyelewengan dan mafia kasus pajak.
“Kick off” pun dimulai seperti halnya kasus Century publik pun begitu antusias mengikutinya semenarik pertandingan sepak bola. PPATK membeberkan bukti bahwa ada dana mencurigakan ke rekening Gayus di tiga bank berbeda, jika di total mencapai 28 miliar. Gayus pun menjadi target Polri dan satgas anti mafia, Susno yang sebelumnya menjadi tersangka, justru mendapat dukungan dari berbagai pihak dan memintanya untuk terus “bernyanyi” lebih merdu lagi. Susno pun mengungkapkan bahwa ada ruangan makelar kasus di sebelah ruangan Kapolri, meski ungkapan itu benar atau tidak, nyatanya publik dikejutkan dengan status penetapan tersangka dari tiga anggota Polri. Polri pun tak mau kecolongan, bersama satgas mafia kasus mengatakan tak ada kata lain selain menangkap dalang utamanya Gayus Tambunan pegawai pajak golongan III A bergaji 12 juta per bulannya. Gayus kabur ke Singapura, setelah kasusnya popular, disinilah drama sinetron episode berikutnya dimulai. Dikarenakan Indonesia tak ada perjanjian ekstradisi dengan Singapura tersebut maka Indonesia tak bisa menangkap Gayus dan beberapa koruptor lainnya seperti Edi Tansil dan Anggoro Widjojo yang “kabur” ke negeri singa itu. Polri dan satgas mafia hukum pun berangkat ke Singapura, setelah melacak sinyal handphone milik istri Gayus akhirnya bisa “menangkap” Gayus. Polri menilai Gayus menyerahkan diri tapi dari beberapa versi ada yang mengadakan ditangkap saat sedang makan malam di sebuah restoran Padang di Singapura.Gayus pun berhasil dibawa pulang ke Indonesia, kasus ini memasuki babak baru setelah sebelumnya “bermain” di babak pertama. Gayus pun juga “bernyanyi” bahwa yang dia lakukan adalah biasa dan terjadi pula dilainnya, Gayus pun juga mencokot jenderal Polri seperti layaknya yang dilakukan Susno Duadji, Kapolri pun memberhentikan Brigjen Edmon Ilyas sebagai Kapolda Lampung untuk memudahkan pemeriksaan. Pengusaha Andi Kosasih, Haposan Hutagalung, dan beberapa anggota polisi ditetapkan sebagai tersangka. Kabar terakhir pada surat kabar harian Jawa Pos tanggal 8 April 2010, Gayus juga menyebutkan ada 13 orang lagi yang terlibat. Benar - benar sebuah hal yang luar biasa, ternyata tidak hanya sholat saja yang dilakukan berjama’ah, tapi juga korupsi juga demikian.
Belum selesai Kasus Century dan lagi booming-nya kasus Gayus, BPK dan PPATK menemukan dana mencurigakan di salah satu mantan pegawai Dirjen Pajak yang bernilai 100 miliar. Temuan ini memang masih dalam penyelidikan lebih lanjut, mengingat gaji dan pendapatan orang tersebut tak masuk akal. Mirip dengan kasus Gayus tentunya, yang “hanya” bergaji 12 juta golongan III A tapi punya tabungan senilai 28 miliar, rumah mewah senilai 2 miliar, dan beberapa aset wah lainnya. Rakyat pun murka dana pajak yang mereka bayar untuk membangun negeri ini masuk ke kantong seseorang, persis dengan drama Century demonstrasi di mana - mana. Protes melalui situs jejaring sosial Facebook kian merambah. Grup Facebook tolak membayar pajak demi keadilan kian hari kian membludak. Bahkan hingga artikel ini ditulis grup tersebut telah hampir beranggotakan 100 ribu facebookers. Saya sendiri menilai sangat wajar rakyat mengekspresikan kemarahannya tersebut dan berharap pemerintah mendengar jeritan rakyat kita yang kian hari kian depresi dengan kerasnya kehidupan. Terbukti dari salah satu survey menghasilkan 94% rakyat Indonesia sudah mengalami depresi, dari depresi ringan hingga berat. Temuan yang tidak mengenakkan tentunya apalagi diperparah dengan ulah para koruptor, aparat keamanan dan penegak hukum yang bermain kongkalikong “ngembat” uang rakyat.
Memang sejauh ini penegakan hukum di negeri ini cenderung setengah - setengah dan tidak adil. Para koruptor yang “ngembat” uang rakyat miliaran dibiarkan berlenggang, mungkin jika dijebloskan ke penjara selalu ada pengurangan hukuman, entah karena dinilai bersikap kooperatif, bertingkahlaku baik dan sopan,hingga pura - pura sakit ketika diperiksa hingga bisa mengambil hati penegak hukum. Tak hanya itu, kasus - kasus yang belum usai dan belum ada hasilnya sering bias jika ada kasus baru yang lebih menarik, tak usah jauh - jauh kasus Century yang sebelumnya bergaung kini kalah porsi berita dengan kasus Gayus yang menyebabkan perkembangan kasus Century sendiri tak diketahui rakyat. Belum lagi “sinetron baru” kasus dana mencurigakan senilai 100 miliar rupiah ini yang bisa juga membiaskan kasus Gayus dan menutup kasus Century. Hem, tentu para koruptor kian tertawa lantang jika kasusnya tak lagi begitu diekspos kencang dan diketahui rakyat sehingga mereka bisa sedikit mengelus dada.
Tampaknya Presiden harus menetapkan regulasi lebih tegas mengenai maling - maling uang rakyat yang kian hari kian berjama’ah dan tak tersentuh hukum. Jika uang di tabungan Gayus senilai 28 miliar jika kita gunakan untuk memberi makan orang miskin yang kelaparan di negeri ini mungkin sudah hampir keseluruhan gizi mereka tercukupi atau mungkin uang sebesar itu digunakan untuk membangun sekolah. Sudah tentu sekolah - sekolah yang dalam kondisi buruk pasti disulap layak pakai. Kita selaku rakyat tinggal menunggu saja apa yang akan dilakukan Polri, KPK, Satgas Anti Mafia, PPATK, dan BPK dalam mengusut kasus Century dan kasus Gayus. Semoga saja harapan rakyat bisa diemban di pundak mereka, atau setidaknya menghukum seberat - beratnya kepada tersangka kasus - kasus korupsi dan makelar kasus lainnya supaya rakyat Indonesia tak lagi teriak dan depresi karena kemiskinan yang berkepanjangan. Hem, kita tunggu saja sinetron Century dan Gayus in series layaknya sinetron “Cinta Fitri” ini bisa berakhir sesuai harapan kita semua. Menangkap tersangka, mengungkap kasus - kasus lainnya dan menghukum seberat - beratnya.
Avi Rista (XII IPS 1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar